A.
Fenomena Terkini Penggunaan Bahasa di Ruang Publik
Penggunaan bahasa Indonesia di wilayah Indonesia kini
semakin tergeser oleh penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Hal
tersebut merupakan salah satu dampak dari ketidak-siapan mental masyarakat
Indonesia dalam menghadapi era perdagangan bebas dunia. Kemajuan zaman dan
kebutuhan pengetahuan universal ditanggapi secara salah oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia. Sehingga tuntutan mengikuti perkembangan zaman mampu
menggerus kebudayaan dan identitas bangsa, di antaranya yang paling penting
adalah penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakatnya sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa
komunikasi interbangsa, serta bahasa negara telah mendapat pengukuhan yang
kuat, di antaranya pada konstitusi UUD pasal 36 c, UU No. 20 Th. 2003 mengenai
bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan nasional, dan UU No. 24 Th. 2009
mengenai Bahasa Negara. Khususnya pada UU No. 24 Th. 2009 dibahas secara
mendetail mengenai peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
negara di segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Maka, berdasarkan
landasan-landasan tersebut, sebenarnya sudah tidak ada alasan bagi masyarakat
Indonesia untuk memandang lemah dan menggeser peran bahasa Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, dan memang seharusnya kesadaran itu timbul dari
masing-masing pribadi sebagai cerminan kuatnya karakter bangsa.
Semua landasan yang kuat mengenai penggunaan bahasa
Indonesia tersebut seakan menjadi sia-sia ketika kita melihat fenomena yang
terjadi di lapangan justru banyak terdapat pelanggaran terhadap keharusan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai simbol identitas bangsa, hal tersebut
mempersempit ruang pergerakan bahasa Indonesia di hadapan masyarakatnya sendiri.
Pelanggaran yang paling memprihatinkan adalah ketika di ruang publik, ruang
yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat baik lokal maupun asing, justru
penggunaan bahasa Indonesia seakan dinomor-sekiankan. Misalnya saja, penamaan
gedung, jalan, perkantoran, permukiman, lembaga usaha, lembaga pendidikan
banyak menggunakan bahasa Inggris dengan tujuan gengsi dan nilai jual. Padahal,
organisasi atau badan usaha tersebut dimiliki dan didirikan oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Jika kita lihat, saat ini banyak nama bangunan atau
gedung-gedung yang menggunakan istilah asing, yang sebenarnya jika menggunakan
bahasa Indonesia akan lebih menarik. Contohnya seperti: “Black Box”, Jakarta
Convention Center, Sudirman Tower, Jakabaring Sport Center. Sekarang, jika
kita coba ubah penamaan tersebut ke penamaan dengan bahasa Indonesia, maka akan
menjadi seperti berikut: “Plaza Semanggi”, “Balai Sidang Jakarta”, “Gedung
Sudirman”, “Pusat Olahraga Jakabaring”. Nah, bisa kita lihat, dengan menggunakan
penamaan bahasa Indonesia tidak mengurangi nilai estetika dari penamaan
tersebut. Bahkan, menurut saya justru memperkuat nilai estetika dari bangunan
tersebut, karena mencerminkan karakter dan pendirian yang kuat serta memiliki
identitas yang jelas.
Kemudian, selain pergeseran penggunaan bahasa
Indonesia di penamaan bangunan atau gedung, kita juga kerap menjumpai
pergerseran tersebut di ruang atau fasilitas publik lainnya, seperti misalnya
rambu lalu lintas, papan-papan petunjuk, papan-papan peringatan, atau informasi
pada produk barang dan jasa keluaran Indonesia, dan semua itu semakin
memprihatinkan karena terjadi di negara Indonesia itu sendiri di mana
seharusnya bahasa Indonesia dijunjung tinggi penggunaannya dan penduduk
mayoritasnya adalah masyarakat Indonesia yang juga penutur bahasa Indonesia.
Misalnya saja, jika kita lihat banyak pada rambu lalu
lintas, marka jalan, papan petunjuk, papan peringatan yang menggunakan bahasa
Inggris, seperti: “Be Careful!”, “Wet Floor”, “Enter-Exit” , “No Smoking”.
Terkadang kita lupa bahwa tidak semua lapisan masyarakat di Indonesia bisa
berbahasa asing. Sedangkan, tujuan dari rambu lalu lintas, papan petunjuk, dan
papan peringatan itu sebenarnya adalah untuk masyarakat umum. Maka bukankah
sebaiknya menggunakan bahasa yang mampu dimengerti oleh semua kalangan dan
lapisan masyarakatnya? Dalam hal ini bahasa Indonesia mestinya menjadi pilihan
mutlak agar semua orang bisa menikmati manfaat dari rambu lalu lintas, papan
petunjuk, dan papan peringatan tersebut. Agar tidak ada masyarakat Indonesia
yang tidak mengerti dan justru merugikan mereka. Bukankah, jika pergeseran
tersebut terus berlanjut itu sama saja dengan kita mengutamakan kepentingan
warga asing dibanding dengan warga Indonesia itu sendiri? Betapa hal tersebut
menunjukkan melemahnya karakter bangsa.
Dari semua fenomena pergeseran penggunaan bahasa
Indonesia di ruang publik tersebut, kita bisa melihat betapa rapuhnya karakter
bangsa di masa kini. Seakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang labil,
tidak memiliki keteguhan dan pendirian kuat, serta kehilangan identitas
kebangsaannya, karena seperti yang kerap kita dengan bahwa bahasa
menunjukkan bangsa. Maka perlu adanya upaya kuat untuk menata dan membangun
kembali karakter bangsa bagi generasi pelapis. Selain itu, perlu adanya
peraturan keras dalam hal penggunaan bahasa Indonesia yang sebenarnya sudah
jelas diatur dalam konstitusi dan undang-undang bahasa. Oleh karena itu, saat
ini yang terpenting adalah kesadaran pemerintah Indonesia dan pelaku bahasa itu
sendiri untuk mengembalikan identitas bangsa lewat bahasa. Peran pemerintah itu
sendiri sudah diatur dalam UU No. 24 Th. 2009, pasal 41. Untuk mengawasi
pelaksanaan UU No. 24 Th. 2009, khususnya pasal 36, 37, 37, dan 39 mengenai
aturan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, media publik, dan
informasi-informasi produk barang atau jasa.
Keseriusan pemerintah bisa dibuktikan dengan segera
mengeluarkan Peraturan Presiden menyangkut undang-undang bahasa, untuk
segera dilakukan penertiban dan penataan kembali penggunaan bahasa Indonesia
terutama di ruang publik. Peraturan harus diselenggarakan dengan penuh
disiplin, seperti misalnya pencabutan izin mendirikan bangunan bagi yang
melanggar; mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dalam rambu lalu lintas,
papan peringatan, dan papan petunjuk; mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia
dalam informasi produk barang atau jasa. Semua itu harus dilakukan dengan
keseriusan dan tindak nyata yang pasti. Karena menurut saya tujuan tersebut
sangatlah positif, dan dengan begitu kita secara tidak langsung memaksa pihak
asing untuk mengikuti aturan yang kita buat, sehingga mereka akan belajar lebih
banyak mengenai bahasa Indonesia yang akan membuat bahasa Indonesia lebih
dikenal di kalangan dunia. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka peluang
menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional menjadi semakin besar.
Selain tugas pemerintah, yang paling harus memiliki
kesadaran adalah masyarakat Indonesia itu sendiri. Masyarakat Indonesia harus
bisa menjadi masyarakat yang cerdas dalam menanggapi tuntutan zaman, dengan
menjadi masyarakat yang cerdas namun juga memiliki identitas dan karakter
bangsa yang kuat. Sehingga di manapun ia berada akan dihargai. Maka masyarakat
Indonesia mestinya cerdas dalam memilah kapan dia perlu menggunakan bahasa
asing dengan tetap mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia. Karena, yang
membuat bahasa Indonesia lebih memiliki tempat adalah penggunanya itu sendiri.
Bukankah akan menjadi hal yang membanggakan ketika bahasa Indonesia memiliki
kekuatan untuk menarik warga asing mempelajarinya? Dan bukankah suatu hal yang
membanggakan ketika kita tetap memiliki karakter bangsa yang kuat di tengah era
perdagangan bebas dunia melalui bahasa? Menurut saya jawabannya sudah pasti
“ya”.
No comments:
Post a Comment