BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Uji kekerasan(hardness) merupakan salah satu skill yang di perlukan dalam dunia industry mengingat logam dan bahan lainya di gunakan dalam dunia industry.
Mahasiswa di tuntut agar lebih bisa membandingkan mengetahui serta mengerti dari pengujian kekerasan(hardness).
Kampus yang merupakan sarana dari pengetahuan tersebut memberikan andil yang cukup sehingga kami sebagai mahasiswa merasa cukup mengerti uji kekerasan.
1.2. Tujuan
Mengetahui tingkat kekerasan suatu material
Mahasiswa dapat menentukan kekerasan bahan dengan sistem rockwell.
Dapat Membandingkan nilai kekerasan (Rockwell) dari beberapa jenislogam yaitu tembaga,baja karbon rendah(silinder) dan baja karbon rendah(plat).
mengetahui kekerasan suatau logam atau paduannya dengan cara penekanan setelah mengalami perlakuan panas dan didinginkan dengan beberapa media pendinginan(air dan oli).
Mahasiswa dapat memahami dan menguasai prosedur metode uji kekerasan Rockwell
1.3. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan dalam proses pengujian kekerasan rockwell adalah:
Mesin uji kekerasan, mesin rockwell type HRD-150.
Indentor/penetrator: Stell ball
Alat potong dan ampelas
B. bahan-bahan yang digunakan:
Baja karbon rendah(plat) dengan perlakuan panas(800˚C) dan pendinginan dengan media
Tembaga
Baja karbon rendah(plat)
Mahasiswa dapat memahami dan menguasai prosedur metode uji kekerasan Rockwell
Baja karbon rendah(plat) dengan perlakuan panas(800˚C) dan pendinginan dengan media air.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Metode Pengujian Kekerasan
Ada 3 metode pengujian di dalam uji kekerasan yaitu (Rockwell, Vickers, & Brinell). Namun dalam praktikum yang kami lakukan di Lab. Uji Material, Teknik Mesin Politeknik Ketapang hanya menggunakan satu metode yaitu Uji Rockwell.
2.2. Brinnel (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :
Gambar 1 Pengujian Brinnel
Dimana :
D = Diameter bola (mm)
d = impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)
Gambar 2 Perumusan untuk pengujian Brinell
2.3. Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Gambar 3 Pengujian Rockwell Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 4.
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.
Gambar 4 Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E - e
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)
F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)
F = Total beban (kgf)
e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan range uji dalam skala Rockwell.
Tabel 1 Rockwell Hardness Scales
Scale Indentor F0
(kgf) F1
(kgf) F
(kgf) E
Jenis Material Uji
A Diamond cone 10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides, dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll
C Diamond cone 10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered alloys
D Diamond cone 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F 1/16" steel ball 10 50 60 130 Alumunium sheet
G 1/16" steel ball 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
V 1/2" steelball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
2.4. Vikers (HV / VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :
Gambar 3 Pengujian Vikers Gambar 4 Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)
…………………………………………………………(1)
………………….………………………………………(2)
…………………………………………………………(3)
Dimana,
HV = Angka kekerasan Vickers
F = Beban (kgf)
d = diagonal (mm)
2.5. Heat Treatment
Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada temperature rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda.
Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat menetukan.
2.6. Jenis-jenis Heat Treatment
A. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka audtenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.
B. Anneling
Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
·Melunakkan material logam
·Menghilangkan tegangan dalam / sisa
·Memperbaiki butir-butir logam.
C. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.
D. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
3.1. Data Pengujian(Hardness Test)
Alat uji kekerasan: Rockwell
Indentor: Stell Ball
Beban: 100 kgf
Timer : 5 Detik
Spec Point Rata-rata Keterangan
1 2 3 4 5
1 47 49 47 48 48 47,8 Tembaga
2 49 48 47 50 49 48,6 Baja karbon(silinder)
3 47 45 45 45 44 45,2 Baja karbon(plat)
4 41 42 41 40 41 41 Baja karbon(plat) (800˚C)
5 49 49 48 48 47 48,2 Baja karbon(plat) (800˚C)
Keterangan Bahan:
Tanpa perlakuan panas
Tanpa perlakuan panas
Tanpa perlakuan panas
Diberi perlakuan panas (800˚C) dengan media pendingin air
Diberi perlakuan panas (800˚C) dengan media pendingin oli.
3.2. Grafik
3.3. Pembahasan
Hasil pengujian kekerasan dari tabel 1 menggunakan beban 100 kgf. Tidak ada ketentuan yang mengikat untuk menentukan besarnya pembebanan pada pengujian kekerasan. Pengujian dilakukan dengan mengunakan indentor Steel ball dengan waktu 5 detik. Dari data tabel diatas bisa dilihat bahwa baja karbon yang berbentuk silindris memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan speciment-speciment lain yang diuji yaitu 48,6 HRB. pada pngujian yang dilakukan terhadap tembaga diperoleh nilai kekerasan 47,8HRB, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari 5 kali pengujian pada titik yang berbeda terhadap tembaga. Kemudian nilai kekerasan pada perlakuan heat treatment dari baja karbon plat dengan media pendingin oli memiliki kekerasan yang tinggi yaitu 48,2HRB, akan tetapi proses tempering yang dilakukan pada baja karbon plat dengan media pendingin air memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dari pada baja karbon plat yang menggunakan media pendingin oli maupun baja karbon plat tanpa perlakuan panas(45,2HRB) yaitu hanya 41 HR. hal ini dikarenakan perbedaan suhu media pendingin(oli dan air) atau perbedaan panjang speciment.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Baja karbon silindris dan tembaga memiliki nilai kekerasan tertinggi dibandingkan speciment lainnya yaitu 48,6HRB dan 47,8 HRB.
Pada baja karbon plat yang dilakukan proses heat treatment menggunakan media pendingin oli memiliki nilai kekerasan 48,2 HRB.
Perbedaan suhu pada media pendingin dalam proses tempering berpengaruh terhadap nilai kekerasan suatu material
3. Mahasiswa dapat memahami dan menguasai prosedur metode uji kekerasan Rockwell
4.2. Saran
Gunakan alat kerja sebaik mungkin.
Jika terdapat kesalahan posisi material pada saat pengujian, lebih baik diulangi saja.
Mahasiswa dapat memahami dan menguasai prosedur metode uji kekerasan Rockwell
LAMPIRAN